Langkahku mengayun pada sebuah pengembaraan
Menuju atap-atap langit
Melihat karya tangan para dewa
Raih ketenangan jiwa dari gelora napsu manusia
Langkahku mengayun pada sebuah Stasiun
Hiruk pikuk manusia berjejal pada keterpaksaan
Hingga aku tatap engkau disana…
Dikejauhan antara ribuan manusia
Pancaran pesonamu menarik bola mata ini
Agar tak hilang dalam bingkai memori
Langkahku mengayun pada sebuah ruang
Dimana aku temukan engkau disisi jendela
Tak berkata…tak bersuara…apalagi bergerak
Hanya sesekali aku menatapmu, merekam semua keindahan
Detik demi detik aku isi otak ini dengan wajahmu
Jikalau engkau pergi tanpa mengenalku
Langkahku mengayun pada sebuah jalan
Aku lihat engkau disebuah warung
Pada kota yang kita hanya sebagai pendatang
Dirimu rebahkan penat dengan secangkir teh di pagi hari
Asik tertawa nikmati bersama sahabat
Langkahku terhenti pada warung dipinggir Lempuyangan
Senyummu adalah gerbang untuk pelabuhan jiwaku
Ajakanmu adalah ijin untuk sandarkan kesepianku
Tuturmu adalah sinyal untuk hempaskan hasratku
Tawamu adalah harapan untuk menyelami relung hatimu
Langkahku terhenti,
Tapi tidak untuk hasrat kita
Sinar matamu menghujam jantung kacaukan detak hidupku
Gerak bibirmu getarkan Engsel persendian ragaku
Aku tatap kamu
Dan kamu tatap aku
Bertatapan wujud dialog kita…
Lanasetra
Erlangga, 20 Januari 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar